Minggu, 14 Agustus 2011

INSAN KAMIL,UMJ

INSAN KAMIL
I. Pendahuluan

Insan kamil adalah bagian dari tasawuf dalam pencapaian cinta Allah.
Al-Jili merumuskan insan kamil dengan merujuk pada diri Nabi Muhammad SAW sebagai sebuah contoh manusia ideal, cinta utama kepada Allah.
Tasawuf yang ideal adalah tasawuf mistis, bersumber pada alquran dan sunnah, berintikan ahlak mulia, mendekatkan manusia pada Allah, tetap setia pada syariat, menekankan keseimbangan antara aspek-aspek lahiriah dan batiniah, material dan spiritual, duniawi dan ukhrowi, berpihak pada orang lemah dan tertindas.
Insan kamil haruslah dicapai oleh seluruh umat islam, untuk mencapai ahlak mulia yang merupakan landasan dasar terbentuknya manusia yang memiliki etos kerja yang tinggi,seperti kerja keras, menghargai waktu, berorientasi pada
mutu dan prestasi yang tinggi,terbuka,adil, egaliter, berwawasan transformatif, inovatif, bersifat normatif perenial, terintegrasi dalam perilaku/ ahlak yang sempurna.
Insan kamil,,bila diaplikasikan dalam ahlakul kharimah, mampu memberikan
etos( tatanan nilai moral dalam sikap) dan motivasi, berkorban dengan harta,tenaga dan jiwa raga dan mampu melakukan perubahan sosial kearah kesejahteraan dan keharmonisan. Materi adalah sarana penunjang untuk mencapai cinta Allah


II. Pengertian

Seorang manusia yang menyandang Insan kamil sebagaimana yang dikemukakan Ibn ‘Arabi adalah merupakan manusia yang telah mencapai perkembangan spiritual tingkat tinggi dan secara sempurna mencerminkan citra Tuhan.
Dan secara etimologi kata ‘Insan Kamil’ berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kalimat; al-insan dan al-kamil. Kata insan, dipandang berasal dari turunan beberapa kata. Misalnya saja uns, yang artinya cinta. Dan ada yang memandang berasal dari turunan kata nas, yang artinya pelupa, karena manusia sendiri secara historis berasal dari suatu lupa dan akan berakhir dengan lupa. Ada juga yang berpendapat bahwa itu berasal dari ‘ain san, yang artinya ‘seperti mata’. Namun dalam artian umum biasanya berarti manusia. Kata kedua, kamil, yang artinya adalah ‘sempurna’, yang menurut Murtadla Muthahhari kata ini sangat tepat sekali digunakan oleh al-Jilli, karena selain kata ini ada juga kata yang mirip artinya tetapi sangat berbeda maknanya, yaitu tamam (lengkap). Kekuatan kata kamil (sempurna), menurutnya, melebihi kata tamam (lengkap). Karena kamil menunjukan sesuatu yang mungkin saja lengkap, namun masih ada kelengkapan lain yang lebih tinggi satu atau beberapa tingkat, dan itu lah yang disebut kamil (sempurna).


III. Tinjauan pustaka

Insan Kamil al-Jilli
Bagi Ibn Arabi, sebagaimana halnya dengan sufi-sufi lainnya, Tuhan adalah transendental dan bukan imanen. Tuhan berada di luar dan bukan di dalam alam. Alam hanya merupakan penampakan diri atau tajalli dari Tuhan.
Ajaran wahdat al-wujud dengan tajalli Tuhan ini selanjutnya membawa pada ajaran al-Insan al-Kamil yang dikembangkan terutama oleh al-Jilli (1366-1428).
Al-Jili merumuskan insan kamil ini dengan merujuk pada diri Nabi Muhammad SAW sebagai sebuah contoh manusia ideal. Jati diri Muhammad (al-haqiqah al-Muhammad) yang demikian tidak semata-mata dipahami dalam pengertian Muhammad SAW sebagai utusan Tuhan, tetapi juga sebagai nur (cahaya/roh) Ilahi yang menjadi pangkal dan poros kehidupan di jagad raya ini.
hadist qudsi:lau laka, walaulaka, ma khallaqtu al-alamkullahaĆ  Kalau bukan karena engkau tidak akan Aku ciptakan alam semesta
Hadist rasul: sesungguhnya ahlak nabi SAW, adalah al-quran, QS:al-qalam: 4: dan sesungguhnya engkau berbudi pekerti yang agung
Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa suatu hari Siti Aisyah, istri Nabi SAW ditanya Sahabat, “Saya ingin sekali meniru kehidupan Rosulullah Muhammad, bukankah disebutkan bahwa Muhammad itu uswatun hasanah, contoh yang baik. Nah kalau saya ingin contoh yang baik, ringkas dari ahlak Rosulullah itu seperti apa?” Jawab Siti Aisyah, “Akhlaquhu AlQuran.” Akhlak Nabi itu adalah Al Quran. Kalam Ilahi atau atau kurikulum Ilahi yang tercantum dalam Al Quran itulah yang harus diserap bila seseorang ingin mencontoh Nabi.

Insan kamil adalah duplikat(pencitraan) AlHaq, hadist rasul, Al Haq menciptakan adam dengan citra rahman, hadist lain, Al Haq menciptakan adam dengan citra diriNya,
Keberadaan al-haq, hayyun-yang hidup/alimun- yang mendengar/bashirun-yang melihat/ mutakallimun berpengetahuan/qodirun-yang berkuasa/muriidun-yang berkemauan/ samiiun-yang
Insan kamil adalah insan yang hati dan jiwa penuh dengan sifat2 dan asma2 Nya, melihat segala wujud bukan pada wujud lahirnya, tapi pada hakekat nurNya dalam bingkai hukum keyakinan akan inti(dzat)Nya,kasyaf(intuisi),menampakkan eksistensi wujud dari hal terendah sampai tertinggi, disibakkan aneka wacana wujud dalam penampakkan eksistensi diriNya; bersitan2 hatinya mampu melihat hakekat segala mauujudat(sesuatu yang wujud).

Nur Ilahi kemudian dikenal sebagai Nur Muhammad oleh kalangan sufi, disamping terdapat dalam diri Muhammad juga dipancarkan Allah SWT ke dalam diri Nabi Adam AS.
Al-Jili dengan karya monumentalnya yang berjudul al-Insan al-Kamil fi Ma’rifah al-Awakir wa al-Awa’il (Manusia Sempurna dalam Konsep Pengetahuan tentang Misteri yang Pertama dan yang Terakhir) mengawali pembicaraannya dengan mengidentifikasikan insan kamil dengan dua pengertian.
Pertama, insan kamil dalam pengertian konsep pengetahuan mengenai manusia yang sempurna. Dalam pengertian demikian, insan kamil terkail dengan pandangan mengenai sesuatu yang dianggap mutlak, yaitu Tuhan. Yang Mutlak tersebut dianggap mempunyai sifat-sifat tertentu, yakni yang baik dan sempurna.

Sifat sempurna inilah yang patut ditiru oleh manusia. Seseorang yang makin memiripkan diri pada sifat sempurna dari Yang Mutlak tersebut, maka makin sempurnalah dirinya.
Kedua, insan kamil terkait dengan jati diri yang mengidealkan kesatuan nama serta sifat-sifat Tuhan ke dalam hakikat atau esensi dirinya. Dalam pengertian ini, nama esensial dan sifat-sifat Ilahi tersebut pada dasarnya juga menjadi milik manusia sempurna oleh adanya hak fundamental, yaitu sebagai suatu keniscayaan yang inheren dalam esensi dirinya. Hal itu dinyatakan dalam ungkapan yang sering terdengar, yaitu Tuhan berfungsi sebagai cermin bagi manusia dan manusia menjadi cermin bagi Tuhan untuk melihat diri-Nya.

Bagi al-Jili, manusia dapat mencapai jati diri yang sempurna melalui latihan rohani dan pendakian mistik, bersamaan dengan turunnya Yang Mutlak ke dalam manusia melalui berbagai tingkat. Latihan rohani ini diawali dengan manusia bermeditasi tentang nama dan sifat-sifat Tuhan, dan mulai mengambil bagian dalam sifat-sifat Illahi serta mendapat kekuasaan yang luar biasa.

Pada tingkat ketiga, ia melintasi daerah nama serta sifat Tuhan, masuk ke dalam suasana hakikat mutlak, dan kemudian menjadi “manusia Tuhan” atau insan kamil. Matanya menjadi mata Tuhan, kata-katanya menjadi kata-kata Tuhan, dan hidupnya menjadi hidup Tuhan (nur Muhammad).
Menurut Al Jili, seorang manusia yang menyandang Insan kamil sebagaimana yang dikemukakan Ibn ‘Arabi adalah merupakan manusia yang telah mencapai perkembangan spiritual tingkat tinggi dan secara sempurna mencerminkan citra Tuhan.

Dalam pengalaman al-Jilli, tajalli atau penampakan diri Tuhan mengambil tiga tahap tanazul (turun),ahadiah, Huwiah dan Aniyah.

Pada tahap ahadiah, Tuhan dalam keabsolutannya baru keluar dari al-'ama, kabut kegelapan, tanpa nama dan sifat.
Pada tahap hawiah nama dan sifat Tuhan telah muncul, tetapi masih dalam bentuk potensial.
Pada tahap aniah, Tuhan menampakkan diri dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya pada makhluk-Nya.
Di antara semua makhluk-Nya, pada diri manusia Ia menampakkan diri-Nya dengan segala sifat-Nya.

Sungguhpun manusia merupakan tajalli atau penampakan diri Tuhan yang paling sempurna diantara semua makhluk-Nya,
tajalli-Nya tidak sama pada semua manusia. Tajalli Tuhan yang sempurna terdapat dalam Insan Kamil.

Insan kamil dalam konsep al jili adalah manusia yang mampu menangkap sifat-sifat, kehebatan-kehebatan Allah dan kemudian tercermin atau terkatualisasikan dalam kehidupannya.
Proses pencapaian insan kamil
Dalam proses pencapaian manusia sempurna itu ada beberapa tahap.

Pertama, tahalli, yakni pengosongan diri manusia dari sifat-sifat, kotoran-kotoran yang memungkinkan hadirnya Tuhan dalam diri. Pengosongan itu adalah dalam rangka membuka pintu kehadiran Tuhan. Salah satu bentuk pengosongan adalah puasa. Dalam syahadat ada ungkapan La Ilaha, (jangan sampai kita mengangkat obyek-obyek selain Tuhan). Ini juga salah satu bentuk pengosongan.

Ke dua, adalah takhalli dilakukan, silahkan Allah hadir. Ucapan Illa Allah, dalam syahadat merupakan bentuk dari takhalli. Dalam proses ini Allah diundang hadir. Yang diundang hadir adalah sifat-sifatnya. Kalau sifat-sifat itu sudah hadir, maka kemudian diri kita disifati dengan sifat-sifat Allah. Dalam hadits disebutkan, takhalaku bi akhlaqillah (berakhlaklah Engkau dengan akhlak Tuhan).
Dari sinilah kemudian muncul proses tajali, atau proses ke tiga, yakni penampakkan sifat-sifat Tuhan dalam diri manusia. Insan kamil atau manusia sempurna adalah orang yang telah melewati ke tiga tahap itu.
Seperti Ibn ‘Arabi, al-Jili membawa teori tajalli dan taraqqi dalam proses munculnya insan kamil. Menurut al-jili, tajalli Ilahi yang berlangsung secara terus-menerus pada alam semesta terdiri atas lima martabat, di antaranya adalah:

Menurut Al Jili, seorang manusia yang menyandang Insan kamil sebagaimana yang dikemukakan Ibn ‘Arabi adalah merupakan manusia yang telah mencapai perkembangan spiritual tingkat tinggi dan secara sempurna mencerminkan citra Tuhan.

Sungguhpun manusia merupakan tajalli atau penampakan diri Tuhan yang paling sempurna diantara semua makhluk-Nya, tajalli-Nya tidak sama pada semua manusia. Tajalli Tuhan yang sempurna terdapat dalam Insan Kamil.
Untuk mencapai tingkat Insan Kamil, sufi mesti mengadakan taraqqi (pendakian) melalui tiga tingkatan: bidayah, tawassut dan khitam.
Pada tingkat bidayah, sufi disinari oleh nama-nama Tuhan, dengan kata lain, pada sufi yang demikian, Tuhan menampakkan diri dalam nama-nama-Nya, seperti Pengasih, Penyayang dan sebagainya (tajalli fi al-asma).
Pada tingkat tawassut, sufi disinari oleh sifat-sifat Tuhan, seperti hayat, ilmu, qudrat
dll. Dan Tuhan ber-tajalli pada sufi demikian dengan sifat-sifat-Nya.
Pada tingkat khitam, sufi disinari dzat Tuhan yang dengan demikian sufi tersebut ber-tajalli dengan dzat-Nya. Pada tingkat ini sufi pun menjadi Insan Kamil. Ia menjadi manusia sempurna, mempunyai sifat ketuhanan dan dalam dirinya terdapat bentuk (shurah) Allah. Dialah bayangan Tuhan yang sempurna. Dan dialah yang menjadi perantara antara manusia dan Tuhan. Insan Kamil terdapat dalam diri para Nabi dan para wali. Di antara semuanya,
Insan Kamil yang tersempurna terdapat dalam diri Nabi Muhammad.

Al-Jilli sendiri membagi tajjali Tuhan atas lima tingkatan:
Pertama,Uluhiyah, tahap ini adalah tingkat tertinggi dalam proses tajjali Tuhan, dimana uluhiyah merupakan esensi zat primordial dan merupakan wujud primer yang menjadi sumber segala yang ada dan tidak ada. Nama yang digunakan dalam peringkat ini adalah “Allah”, karena dalam pandangan al-Jilli sendiri, sebutan “Allah” merupakan nama tertinggi bagi Tuhan di atas nama-Nya al-Ahad, yang digunakan oleh Ibn ‘Arabi sebagai tingkat tajjali tertinggi Tuhan (Ahadiyah).
Kedua, Ahadiyah, tahap ini muncul dari tahap sebelumnya (uluhiyah), dimana tingkatan ini merupakan sebutan dari zat murni (al-dzat al-sadzi) yang tidak memiliki nama dan sifat, dan tahap ini tidak bisa dicapai oleh pengetahuan manusia karena tidak ada kalimat dan kata-kata yang dapat menggambarkan-Nya. Dan dalam tahap ini menurut al-Jilli mengalami tiga penurunan (tanazzul):
a. Ahadiyah, Zat Mutlak menyadari ke-Esa-an diriNya. Pada tahap Ahadiyah, Tuhan dalam keabsolutannya baru keluar dari al-'ama, kabut kegelapan, tanpa nama dan sifat.

b. Huwiyah, kesadaran Zat Mutlak terhadap ke-Esa-an-Nya yang gaib. Pada tahap Huwiyah,, nama dan sifat Tuhan telah muncul, tetapi masih dalam bentuk potensial

c. Aniyah, Zat Mutlak menyadari diri-Nya sebagai Kebenaran. Pada tahap Aniyah, Tuhan menampakkan diri dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya pada makhluk-Nya.

Ketiga, Wahidiyah, dimana pada tahap ini zat Tuhan menampakan diri-Nya pada sifat dan asma (nama), tetapi sifat dan asma itu sendiri masih identik dengan zat Tuhan karena zat ini pun masih berupa potensi-potensi dan belum mampu mengaktual secara keseluruhan.
Keempat, Rahmaniyah, pada tahap ini Tuhan ber-tajjali pada realitas asma dan sifat, dan dengan kalimat “kun” (jadilah), muncullah realitas-realitas potensial yang terdapat dalam tahap wahidiyah tadi menjadi wujud yang aktual, yakni alam semesta. Tetapi aktualitas ini masih bersifat universal, karena bersamaan dengan proses penciptaan alam secara keseluruhan.
Kelima, Rububiyah, dalam tahap ini Tuhan ber-tajjali pada alam semesta yang sudah mengalami partikularisasi (terbagi-bagi) dan sudah beragam, khususnya pada diri manusia (sebagai makhluk yang terbatas) untuk memanifestasikan diri-Nya yang tidak terbatas itu dengan menunjukan citra-Nya dalam diri manusia, dan citra Tuhan yang paling utuh bisa kita temukan dalam diri seorang Insan Kamil.
Adapun tajjali ini akan mengalami pantulan yang akan berbalik arah kearah semula (dari zat sampai perbuatan, kemudian berbalik dan memantul dari perbuatan menuju zat);
pertama tajjali perbuatan (tajjali al-af’al),
kedua tajjali nama-nama (tajjali al-asma),
ketiga tajjali sifat-sifat (tajjali al-shifat), keempat tajjali zat (tajjali al-dzat).
Untuk mencapai tingkat Insan Kamil, sufi mesti mengadakan taraqqi (pendakian) melalui tiga tingkatan: bidayah, tawassut dan khitam.
Pada tingkat bidayah, sufi disinari oleh nama-nama Tuhan, dengan kata lain, pada sufi yang demikian, Tuhan menampakkan diri dalam nama-nama-Nya, seperti Pengasih, Penyayang dan sebagainya (tajalli fi al-asma).
Pada tingkat tawassut, sufi disinari oleh sifat-sifat Tuhan, seperti hayat, ilmu, qudrat
dll. Dan Tuhan ber-tajalli pada sufi demikian dengan sifat-sifat-Nya.
Pada tingkat khitam, sufi disinari dzat Tuhan yang dengan demikian sufi tersebut ber-tajalli dengan dzat-Nya. Pada tingkat ini sufi pun menjadi Insan Kamil. Ia menjadi manusia sempurna, mempunyai sifat ketuhanan dan dalam dirinya terdapat bentuk (shurah) Allah. Dialah bayangan Tuhan yang sempurna. Dan dialah yang menjadi perantara antara manusia dan Tuhan. Insan Kamil terdapat dalam diri para Nabi dan para wali. Di antara semuanya,
Insan Kamil yang tersempurna terdapat dalam diri Nabi Muhammad.
Jadi untuk mencapai insan kamil, diperlukan sebuah perjuangan.

Al-Jili, mengatakan apabila seorang telah mencapai derajat insan kamil, maka bila ia melihat, ia akan melihat dengan mata Tuhan, dia akan mendengar dengan telinga Tuhan, dia berbicara dengan mulut Tuhan. Maksudnya, secara popular adalah bahwa dirinya telah terprogram dengan sifat-sifat Allah. Hal itu dinyatakan dalam ungkapan yang sering terdengar, yaitu Tuhan berfungsi sebagai cermin bagi manusia dan manusia menjadi cermin bagi Tuhan untuk melihat diri-Nya.
Insan kamil dalam konsep al jili adalah manusia yang mampu menangkap sifat-sifat, kehebatan-kehebatan Allah dan kemudian tercermin atau terkatualisasikan dalam kehidupannya.
Menurut,Al-Jili, bila ia melihat, ia akan melihat dengan mata Tuhan, dia akan mendengar dengan telinga Tuhan, dia berbicara dengan mulut Tuhan. Maksudnya, secara popular adalah bahwa dirinya telah terprogram dengan sifat-sifat Allah, Tuhan telah hadir dalam diri manusia, insan kamil.

IV. Pembahasan
1. Analisis
a. Insan kamil menurut Al-Jili, adalah manusia sempurna yang penuh cinta kasih, kepada Allah dan termanifestasi dalam hubungannya dalam interaksi sosial dengan manusia dan alam, yang menampakkan eksistensi tuhannya dengan segala perbuatan, nama, sifat dan zatNya, bahkan ia menjadi cermin Tuhan.
b. Untuk mencapai insan kamil harus melalui proses tahalli, takhalli, tajalli mulai dari maqam tobat,zuhud,wara’,shabr,tawakal, ridlo, memerlukan, usaha yang berat, niat yang kuat yang menggerakkan motivasi psikomotorik/tingkah laku
c. Insan kamil dapat dijadikan dasar untuk mengembangan metoda pembelajaran untuk membentuki ahlak mulia,nur Muhammad, dengan melakukan pendekatan multi disipliner
d. Tentunya untuk pengembangan metoda pembelajaran tentang cinta dan ahlak mulia, memerlukan dana yang besar, mengubah pola didik yang sudah ada.





2. Komentar

1. Ingin sempurna merupakan faktor yang kuat di dalam jiwa setiap manusia. Dasar adalah cinta kepada kesempurnaan, fitrah manusia. dibentuk oleh kehendak yang muncul dari kecenderungan-kecenderungan dan keinginan-keinginan yang hanya dimiliki oleh manusia dan atas dasar pengarahan akal. Puncak kesempurnaannya ini hanya akan dapat diketahui manakala ia telah mengenal hakikat dirinya, awal dan akhir perjalanan hidupnya.

2. Menurut Al-Jili,manusia sebagai tujuan akhir dari penciptaan alam semesta. Pandangan ini bersumber pada hadits qudsi “lau laka, wa lau laka, ma khalaqtu al-alam qulaha”, yang artinya “kalau bukan karena engkau (Ya Muhammad) tidak akan Aku ciptakan alam semesta”.

3. merekonstruksi, menyatukan dan mengintegrasikan insan kamil-al-jili, ke dalam semangat modern dan menjadikannya sebagai ideologi manusia modern:
o Insan kamil ,Al-Jili, dikembangkan dengan cinta Allah ,untuk membentuk ahlaqul kharimah, sangat diperlukan oleh negeri kita,untuk membentuk ahlak/pribadi antikorupsi, kolusi, nepotisme, yang sudah mengakar

o Diperlukan pendekatan multi disipliner,normatif perenialis,sejarah,filsafat,psikologi, sosiologi, manajemen, teknologi, informasi, kebudayaan, poilitik, hukum,untuk mengembangkan metoda pembelajaran, yang dapat diaplikasikan dalam dunia pendidikan, kesehatan jiwa,dll.


o Diperlukan pendidik/koordinator/mediator/fasilitator sehingga terbentuk etos kerja dan motivasi yang tinggi

o Pembentukan insan kamil, dimulai dari pra konsepsi, proses kejadian seorang insan, hendaknya menjadi fokus untuk melahirkan mahluk Allah , insan kamil.
o Diperlukan metodologi,sistem dan teknik penyatuan benih, esensi sperma-ovum,mental, spiritual,moral, nafsu kamilah, telah fana, af’al, asma’, mewarisi potensi rububiyyah dan uluhiyyah, dan bertanggung jawab dunia dan akhirat

o Insan kamil, Al-Jili, yang didasarkan cinta adalah emosi , kekuatan,naluri terjernih,instink termulia,perasaan tersuci,dasar interaksi seluruh mahluk ,kasih sayang,yang memotivasi kita berjuang tanpa pamrih,mencapai bahagia dan sukses dunia dan akhirat .Cinta adalah bagian dari sifat Allah,kasih sayang ,
Ar-Rahman,Ar-Rahim,al wadud, mahabbah
QS:89: al-fajr,ayat:27-30
27.wahai jiwa yang tenang,28. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridho dan diridhoiNya.29. Maka masuklah kedalam golongan hamba2-Ku, 30. Dan masuklah kedalam surga-Ku.

o Cinta kepada Allah,Rasul dan orang2 sholihin akan menimbulkan motivasi untuk bermanfaat bagi lingkungan
QS:19:Al-Maryam,ayat:96
Sesungguhnya orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan,kelak (Allah) Yang Maha Pengasih akan menanamkan rasa kasih sayang(dalam hati mereka)
Hadist Rasul:manusia yang paling dicintai Allah adalah yang paling bermanfaat bagi manusia  Muhammad,nabi cinta

o Sabar adalah pengendalian diri, kemampuan individu menanggung beban hidup,teguh hati,menghadapi krisis, tidak putus asa ,menghindari maksiat dan mentaati semua perintah Allah, agar memperoleh daya intuisi, sehingga menjadi visioner, jeli mencari peluang,inovatif,berani menghadapi tantangan/peluang/risiko
Firman Allah:
QS:2:Al-baqarah, ayat:153
Wahai orang2 yang beriman , mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan (mengerjakan) sholat, sesungguhnya Allah beserta orang yang sabar

QS: 94:Al-Insyiraah ayat 7-8
Maka apabila engkau telah selesai ( dari suatu urusan), tetaplah bekerja keras(untuk urusan yang lain),dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap
QS:3:Ali’Imran: ayat 134
(yaitu) orang yang berinfak,baik diwaktu lapang maupun sempit,dan orang2 yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain.Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan

o Ikhlas,adalah berserah diri kepada Allah,setelah berusaha optimal,terprogram ,terencana berdasarkan strategi yang terencana sesuai tujuan dan target yang akan dicapai,hasil diserahkan kepada Allah, bila berhasil,kontribusikan bagi kemanusiaan, dan bila gagal maka kegagalan adalah peluang merubah musibah menjadi anugrah/berkah,mewujud nyata dalam sikap berpikir dan bertindak.Ikhlas landasan kesuksesan hidup
Firman Allah:
QS: 14:Ibrahim ayat:7
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan” sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku menambah(nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari( nikmat-Ku),maka pasti azab-Ku pasti sangat berat
o Lakukan selalu kuantum learning, yaitu proses pemberdayaan daya pikir dikepala dan daya pikir dihati/kalbu secara seimbang dan terus menerus/berkesinambungan
Firman Allah:
QS;28:Al-Qashash:ayat 77
Dan carilah (pahala)negeri akhirat dengan apa yang telah dianugrahkan Allah kepada mu, tetapi janganlah kamu lupakan bagian mu didunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan dibumi.Sungguh,Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan
o Sosok panutan kita,Rasul Muhammad SAW, dasar keberhasilan beliau,yang dapat kita petik, adalah menyebarkan Islam dengan cinta, sabar dan ikhlas
Dengan cinta,sabar dan ridlo akan terbentuk ahlak mulia.Ahlak mulia adalah penentu amal kita diakhirat nanti , insan kamil
Hadist rasul(Abu Daud & al-Turmudzi): tidak ada sesuatu yang paling memberatkan timbangan amal selain ahlak yang mulia.

Dalam upaya meningkatkan kualitas umat Islam dengan membumikan insan kamil-al-jili akan terbentuk manusia yang penuh cinta,sabar dan ikhlas, selalu kita tanamkan dalam diri sebagai niat untuk memotivasi diri dalam memulai semua kegiatan kita agar mencapai target dan tujuan yang kita
rencanakan, dengan selalu melakukan kuantum learning dan berahlak mulia ,
yang sangat berguna dalam era globalisasi ini, bersumber pada alquran dan sunnah, berintikan ahlak mulia, mendekatkan manusia pada Allah, tetap setia pada syariat, menekankan keseimbangan antara aspek-aspek lahiriah dan batiniah, material dan spiritual, duniawi dan ukhrowi, berpihak pada orang lemah dan tertindas.
Tentunya ini memerlukan keberanian untuk melakukan analisis dan manajemen yang tepat, dilakukan bersama oleh para ahli tentang Islam dan dana dari negara Islam terutama yang kaya, no point to return, menghadapi era globalisasi, sekular, individualistik, kegersangan spiritual,teralienasi dari kehidupan beradab.
Nilai kemanusiaan terabaikan, perbuatan tercela, megalomania,iptek menjadi agama baru. gila kekuasaan/ keserakahan. Produk iptek menawarkan kemewahan materi, menginginkan pengakuan terhadap diri, timbul korupsi/manipulasi, manusia robot, membeo/perilaku jiplakan, kehilangan jati diri.
Euphoria masal, terasing,kesepian, hilang solidaritas, mencari teman senasib/peer group, menyatu dalam euphoria massa.
Untuk itu, sangat dibutuhkan character building manusia berahlaqul khorimah, insan kamil.

V. Referensi

Adz-dzaki, Bakran, Hamdani(2008), konseling & psikoterapi Islam,Yogyakarta, al-manar, hal 13-66
Al-Jili( 2009), insan kamil, Surabaya, pustaka, hikmah perdana
Dahlan,Azis,Abdul,2001, teologi dan akidah dalam Islam,,Padang,IAIN IB Press
Halim,Jufri,M, materi kuliah metoda dakwah,semester II, Jakarta,2008-2009,UAI
Jalaluddin( 2009), psikologi agama, ed.revisi 12, Jakarta, PT raja grafindo persada
Kamil,Sukron,2007,teori etika Islam,diktat,Jakarta,universitas paramadina
Majid,Nurcholish,26 November 1996, makalah fungsi dan dampak positif nilaikeruhanian dalam kepemimpinan dan kewirausahaan,Jakarta,Yayasana paramadina
Marjan,Majdi,Muhammad,2006,Muhammad, nabi cinta,cetakan pertama, Depok, penerbit putsaka IIman




Najati, Ustman, Muhammad(2004),psikologi dalam perspektif hadist,Jakarta,PT Pustaka al husna baru
Nata, Abuddin(2010), ilmu pendidikan Islam, ed I, jakarta, PT rajawali press
Noer, Azhari, Kautssar(2002), tasawuf perenial, Jakarta, PT Serambi Ilmu semesta
Nurlaila,Silvia,Materi kuliah PPKN, semester II,Jakarta,2008-2009,UAI
Rouf Abdul,Materi kuliah hadist healing &konseling,semester III,Jakarta,2009-2010,UAI
Taufiq,Izzuddin,Muhammad, 2006,panduan lengkap & praktis psikologi Islam, Jakarta,Gema Insani
http://ichang.org/archives/34
http://www.serambinews.com/news/view/19459/
http://ush.sunan-ampel.ac. id/?p=158
http://ferrydjajaprana.multiply.com/reviews/item/9
http://www.pesantrenvirtual.com/index.php/component/content/article/4-hikmah/919-takhalli-tahalli-dan-tajalli
http://haizam.tripod.com/tasauf/tasawuf.htm


























INSAN KAMIL
I. Pendahuluan

Insan kamil adalah bagian dari tasawuf dalam pencapaian cinta Allah.
Al-Jili merumuskan insan kamil dengan merujuk pada diri Nabi Muhammad SAW sebagai sebuah contoh manusia ideal, cinta utama kepada Allah.
Tasawuf yang ideal adalah tasawuf mistis, bersumber pada alquran dan sunnah, berintikan ahlak mulia, mendekatkan manusia pada Allah, tetap setia pada syariat, menekankan keseimbangan antara aspek-aspek lahiriah dan batiniah, material dan spiritual, duniawi dan ukhrowi, berpihak pada orang lemah dan tertindas.
Insan kamil haruslah dicapai oleh seluruh umat islam, untuk mencapai ahlak mulia yang merupakan landasan dasar terbentuknya manusia yang memiliki etos kerja yang tinggi,seperti kerja keras, menghargai waktu, berorientasi pada
mutu dan prestasi yang tinggi,terbuka,adil, egaliter, berwawasan transformatif, inovatif, bersifat normatif perenial, terintegrasi dalam perilaku/ ahlak yang sempurna.
Insan kamil,,bila diaplikasikan dalam ahlakul kharimah, mampu memberikan
etos( tatanan nilai moral dalam sikap) dan motivasi, berkorban dengan harta,tenaga dan jiwa raga dan mampu melakukan perubahan sosial kearah kesejahteraan dan keharmonisan. Materi adalah sarana penunjang untuk mencapai cinta Allah


II. Pengertian

Seorang manusia yang menyandang Insan kamil sebagaimana yang dikemukakan Ibn ‘Arabi adalah merupakan manusia yang telah mencapai perkembangan spiritual tingkat tinggi dan secara sempurna mencerminkan citra Tuhan.
Dan secara etimologi kata ‘Insan Kamil’ berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kalimat; al-insan dan al-kamil. Kata insan, dipandang berasal dari turunan beberapa kata. Misalnya saja uns, yang artinya cinta. Dan ada yang memandang berasal dari turunan kata nas, yang artinya pelupa, karena manusia sendiri secara historis berasal dari suatu lupa dan akan berakhir dengan lupa. Ada juga yang berpendapat bahwa itu berasal dari ‘ain san, yang artinya ‘seperti mata’. Namun dalam artian umum biasanya berarti manusia. Kata kedua, kamil, yang artinya adalah ‘sempurna’, yang menurut Murtadla Muthahhari kata ini sangat tepat sekali digunakan oleh al-Jilli, karena selain kata ini ada juga kata yang mirip artinya tetapi sangat berbeda maknanya, yaitu tamam (lengkap). Kekuatan kata kamil (sempurna), menurutnya, melebihi kata tamam (lengkap). Karena kamil menunjukan sesuatu yang mungkin saja lengkap, namun masih ada kelengkapan lain yang lebih tinggi satu atau beberapa tingkat, dan itu lah yang disebut kamil (sempurna).


III. Tinjauan pustaka

Insan Kamil al-Jilli
Bagi Ibn Arabi, sebagaimana halnya dengan sufi-sufi lainnya, Tuhan adalah transendental dan bukan imanen. Tuhan berada di luar dan bukan di dalam alam. Alam hanya merupakan penampakan diri atau tajalli dari Tuhan.
Ajaran wahdat al-wujud dengan tajalli Tuhan ini selanjutnya membawa pada ajaran al-Insan al-Kamil yang dikembangkan terutama oleh al-Jilli (1366-1428).
Al-Jili merumuskan insan kamil ini dengan merujuk pada diri Nabi Muhammad SAW sebagai sebuah contoh manusia ideal. Jati diri Muhammad (al-haqiqah al-Muhammad) yang demikian tidak semata-mata dipahami dalam pengertian Muhammad SAW sebagai utusan Tuhan, tetapi juga sebagai nur (cahaya/roh) Ilahi yang menjadi pangkal dan poros kehidupan di jagad raya ini.
hadist qudsi:lau laka, walaulaka, ma khallaqtu al-alamkullahaĆ  Kalau bukan karena engkau tidak akan Aku ciptakan alam semesta
Hadist rasul: sesungguhnya ahlak nabi SAW, adalah al-quran, QS:al-qalam: 4: dan sesungguhnya engkau berbudi pekerti yang agung
Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa suatu hari Siti Aisyah, istri Nabi SAW ditanya Sahabat, “Saya ingin sekali meniru kehidupan Rosulullah Muhammad, bukankah disebutkan bahwa Muhammad itu uswatun hasanah, contoh yang baik. Nah kalau saya ingin contoh yang baik, ringkas dari ahlak Rosulullah itu seperti apa?” Jawab Siti Aisyah, “Akhlaquhu AlQuran.” Akhlak Nabi itu adalah Al Quran. Kalam Ilahi atau atau kurikulum Ilahi yang tercantum dalam Al Quran itulah yang harus diserap bila seseorang ingin mencontoh Nabi.

Insan kamil adalah duplikat(pencitraan) AlHaq, hadist rasul, Al Haq menciptakan adam dengan citra rahman, hadist lain, Al Haq menciptakan adam dengan citra diriNya,
Keberadaan al-haq, hayyun-yang hidup/alimun- yang mendengar/bashirun-yang melihat/ mutakallimun berpengetahuan/qodirun-yang berkuasa/muriidun-yang berkemauan/ samiiun-yang
Insan kamil adalah insan yang hati dan jiwa penuh dengan sifat2 dan asma2 Nya, melihat segala wujud bukan pada wujud lahirnya, tapi pada hakekat nurNya dalam bingkai hukum keyakinan akan inti(dzat)Nya,kasyaf(intuisi),menampakkan eksistensi wujud dari hal terendah sampai tertinggi, disibakkan aneka wacana wujud dalam penampakkan eksistensi diriNya; bersitan2 hatinya mampu melihat hakekat segala mauujudat(sesuatu yang wujud).

Nur Ilahi kemudian dikenal sebagai Nur Muhammad oleh kalangan sufi, disamping terdapat dalam diri Muhammad juga dipancarkan Allah SWT ke dalam diri Nabi Adam AS.
Al-Jili dengan karya monumentalnya yang berjudul al-Insan al-Kamil fi Ma’rifah al-Awakir wa al-Awa’il (Manusia Sempurna dalam Konsep Pengetahuan tentang Misteri yang Pertama dan yang Terakhir) mengawali pembicaraannya dengan mengidentifikasikan insan kamil dengan dua pengertian.
Pertama, insan kamil dalam pengertian konsep pengetahuan mengenai manusia yang sempurna. Dalam pengertian demikian, insan kamil terkail dengan pandangan mengenai sesuatu yang dianggap mutlak, yaitu Tuhan. Yang Mutlak tersebut dianggap mempunyai sifat-sifat tertentu, yakni yang baik dan sempurna.

Sifat sempurna inilah yang patut ditiru oleh manusia. Seseorang yang makin memiripkan diri pada sifat sempurna dari Yang Mutlak tersebut, maka makin sempurnalah dirinya.
Kedua, insan kamil terkait dengan jati diri yang mengidealkan kesatuan nama serta sifat-sifat Tuhan ke dalam hakikat atau esensi dirinya. Dalam pengertian ini, nama esensial dan sifat-sifat Ilahi tersebut pada dasarnya juga menjadi milik manusia sempurna oleh adanya hak fundamental, yaitu sebagai suatu keniscayaan yang inheren dalam esensi dirinya. Hal itu dinyatakan dalam ungkapan yang sering terdengar, yaitu Tuhan berfungsi sebagai cermin bagi manusia dan manusia menjadi cermin bagi Tuhan untuk melihat diri-Nya.

Bagi al-Jili, manusia dapat mencapai jati diri yang sempurna melalui latihan rohani dan pendakian mistik, bersamaan dengan turunnya Yang Mutlak ke dalam manusia melalui berbagai tingkat. Latihan rohani ini diawali dengan manusia bermeditasi tentang nama dan sifat-sifat Tuhan, dan mulai mengambil bagian dalam sifat-sifat Illahi serta mendapat kekuasaan yang luar biasa.

Pada tingkat ketiga, ia melintasi daerah nama serta sifat Tuhan, masuk ke dalam suasana hakikat mutlak, dan kemudian menjadi “manusia Tuhan” atau insan kamil. Matanya menjadi mata Tuhan, kata-katanya menjadi kata-kata Tuhan, dan hidupnya menjadi hidup Tuhan (nur Muhammad).
Menurut Al Jili, seorang manusia yang menyandang Insan kamil sebagaimana yang dikemukakan Ibn ‘Arabi adalah merupakan manusia yang telah mencapai perkembangan spiritual tingkat tinggi dan secara sempurna mencerminkan citra Tuhan.

Dalam pengalaman al-Jilli, tajalli atau penampakan diri Tuhan mengambil tiga tahap tanazul (turun),ahadiah, Huwiah dan Aniyah.

Pada tahap ahadiah, Tuhan dalam keabsolutannya baru keluar dari al-'ama, kabut kegelapan, tanpa nama dan sifat.
Pada tahap hawiah nama dan sifat Tuhan telah muncul, tetapi masih dalam bentuk potensial.
Pada tahap aniah, Tuhan menampakkan diri dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya pada makhluk-Nya.
Di antara semua makhluk-Nya, pada diri manusia Ia menampakkan diri-Nya dengan segala sifat-Nya.

Sungguhpun manusia merupakan tajalli atau penampakan diri Tuhan yang paling sempurna diantara semua makhluk-Nya,
tajalli-Nya tidak sama pada semua manusia. Tajalli Tuhan yang sempurna terdapat dalam Insan Kamil.

Insan kamil dalam konsep al jili adalah manusia yang mampu menangkap sifat-sifat, kehebatan-kehebatan Allah dan kemudian tercermin atau terkatualisasikan dalam kehidupannya.
Proses pencapaian insan kamil
Dalam proses pencapaian manusia sempurna itu ada beberapa tahap.

Pertama, tahalli, yakni pengosongan diri manusia dari sifat-sifat, kotoran-kotoran yang memungkinkan hadirnya Tuhan dalam diri. Pengosongan itu adalah dalam rangka membuka pintu kehadiran Tuhan. Salah satu bentuk pengosongan adalah puasa. Dalam syahadat ada ungkapan La Ilaha, (jangan sampai kita mengangkat obyek-obyek selain Tuhan). Ini juga salah satu bentuk pengosongan.

Ke dua, adalah takhalli dilakukan, silahkan Allah hadir. Ucapan Illa Allah, dalam syahadat merupakan bentuk dari takhalli. Dalam proses ini Allah diundang hadir. Yang diundang hadir adalah sifat-sifatnya. Kalau sifat-sifat itu sudah hadir, maka kemudian diri kita disifati dengan sifat-sifat Allah. Dalam hadits disebutkan, takhalaku bi akhlaqillah (berakhlaklah Engkau dengan akhlak Tuhan).
Dari sinilah kemudian muncul proses tajali, atau proses ke tiga, yakni penampakkan sifat-sifat Tuhan dalam diri manusia. Insan kamil atau manusia sempurna adalah orang yang telah melewati ke tiga tahap itu.
Seperti Ibn ‘Arabi, al-Jili membawa teori tajalli dan taraqqi dalam proses munculnya insan kamil. Menurut al-jili, tajalli Ilahi yang berlangsung secara terus-menerus pada alam semesta terdiri atas lima martabat, di antaranya adalah:

Menurut Al Jili, seorang manusia yang menyandang Insan kamil sebagaimana yang dikemukakan Ibn ‘Arabi adalah merupakan manusia yang telah mencapai perkembangan spiritual tingkat tinggi dan secara sempurna mencerminkan citra Tuhan.

Sungguhpun manusia merupakan tajalli atau penampakan diri Tuhan yang paling sempurna diantara semua makhluk-Nya, tajalli-Nya tidak sama pada semua manusia. Tajalli Tuhan yang sempurna terdapat dalam Insan Kamil.
Untuk mencapai tingkat Insan Kamil, sufi mesti mengadakan taraqqi (pendakian) melalui tiga tingkatan: bidayah, tawassut dan khitam.
Pada tingkat bidayah, sufi disinari oleh nama-nama Tuhan, dengan kata lain, pada sufi yang demikian, Tuhan menampakkan diri dalam nama-nama-Nya, seperti Pengasih, Penyayang dan sebagainya (tajalli fi al-asma).
Pada tingkat tawassut, sufi disinari oleh sifat-sifat Tuhan, seperti hayat, ilmu, qudrat
dll. Dan Tuhan ber-tajalli pada sufi demikian dengan sifat-sifat-Nya.
Pada tingkat khitam, sufi disinari dzat Tuhan yang dengan demikian sufi tersebut ber-tajalli dengan dzat-Nya. Pada tingkat ini sufi pun menjadi Insan Kamil. Ia menjadi manusia sempurna, mempunyai sifat ketuhanan dan dalam dirinya terdapat bentuk (shurah) Allah. Dialah bayangan Tuhan yang sempurna. Dan dialah yang menjadi perantara antara manusia dan Tuhan. Insan Kamil terdapat dalam diri para Nabi dan para wali. Di antara semuanya,
Insan Kamil yang tersempurna terdapat dalam diri Nabi Muhammad.

Al-Jilli sendiri membagi tajjali Tuhan atas lima tingkatan:
Pertama,Uluhiyah, tahap ini adalah tingkat tertinggi dalam proses tajjali Tuhan, dimana uluhiyah merupakan esensi zat primordial dan merupakan wujud primer yang menjadi sumber segala yang ada dan tidak ada. Nama yang digunakan dalam peringkat ini adalah “Allah”, karena dalam pandangan al-Jilli sendiri, sebutan “Allah” merupakan nama tertinggi bagi Tuhan di atas nama-Nya al-Ahad, yang digunakan oleh Ibn ‘Arabi sebagai tingkat tajjali tertinggi Tuhan (Ahadiyah).
Kedua, Ahadiyah, tahap ini muncul dari tahap sebelumnya (uluhiyah), dimana tingkatan ini merupakan sebutan dari zat murni (al-dzat al-sadzi) yang tidak memiliki nama dan sifat, dan tahap ini tidak bisa dicapai oleh pengetahuan manusia karena tidak ada kalimat dan kata-kata yang dapat menggambarkan-Nya. Dan dalam tahap ini menurut al-Jilli mengalami tiga penurunan (tanazzul):
a. Ahadiyah, Zat Mutlak menyadari ke-Esa-an diriNya. Pada tahap Ahadiyah, Tuhan dalam keabsolutannya baru keluar dari al-'ama, kabut kegelapan, tanpa nama dan sifat.

b. Huwiyah, kesadaran Zat Mutlak terhadap ke-Esa-an-Nya yang gaib. Pada tahap Huwiyah,, nama dan sifat Tuhan telah muncul, tetapi masih dalam bentuk potensial

c. Aniyah, Zat Mutlak menyadari diri-Nya sebagai Kebenaran. Pada tahap Aniyah, Tuhan menampakkan diri dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya pada makhluk-Nya.

Ketiga, Wahidiyah, dimana pada tahap ini zat Tuhan menampakan diri-Nya pada sifat dan asma (nama), tetapi sifat dan asma itu sendiri masih identik dengan zat Tuhan karena zat ini pun masih berupa potensi-potensi dan belum mampu mengaktual secara keseluruhan.
Keempat, Rahmaniyah, pada tahap ini Tuhan ber-tajjali pada realitas asma dan sifat, dan dengan kalimat “kun” (jadilah), muncullah realitas-realitas potensial yang terdapat dalam tahap wahidiyah tadi menjadi wujud yang aktual, yakni alam semesta. Tetapi aktualitas ini masih bersifat universal, karena bersamaan dengan proses penciptaan alam secara keseluruhan.
Kelima, Rububiyah, dalam tahap ini Tuhan ber-tajjali pada alam semesta yang sudah mengalami partikularisasi (terbagi-bagi) dan sudah beragam, khususnya pada diri manusia (sebagai makhluk yang terbatas) untuk memanifestasikan diri-Nya yang tidak terbatas itu dengan menunjukan citra-Nya dalam diri manusia, dan citra Tuhan yang paling utuh bisa kita temukan dalam diri seorang Insan Kamil.
Adapun tajjali ini akan mengalami pantulan yang akan berbalik arah kearah semula (dari zat sampai perbuatan, kemudian berbalik dan memantul dari perbuatan menuju zat);
pertama tajjali perbuatan (tajjali al-af’al),
kedua tajjali nama-nama (tajjali al-asma),
ketiga tajjali sifat-sifat (tajjali al-shifat), keempat tajjali zat (tajjali al-dzat).
Untuk mencapai tingkat Insan Kamil, sufi mesti mengadakan taraqqi (pendakian) melalui tiga tingkatan: bidayah, tawassut dan khitam.
Pada tingkat bidayah, sufi disinari oleh nama-nama Tuhan, dengan kata lain, pada sufi yang demikian, Tuhan menampakkan diri dalam nama-nama-Nya, seperti Pengasih, Penyayang dan sebagainya (tajalli fi al-asma).
Pada tingkat tawassut, sufi disinari oleh sifat-sifat Tuhan, seperti hayat, ilmu, qudrat
dll. Dan Tuhan ber-tajalli pada sufi demikian dengan sifat-sifat-Nya.
Pada tingkat khitam, sufi disinari dzat Tuhan yang dengan demikian sufi tersebut ber-tajalli dengan dzat-Nya. Pada tingkat ini sufi pun menjadi Insan Kamil. Ia menjadi manusia sempurna, mempunyai sifat ketuhanan dan dalam dirinya terdapat bentuk (shurah) Allah. Dialah bayangan Tuhan yang sempurna. Dan dialah yang menjadi perantara antara manusia dan Tuhan. Insan Kamil terdapat dalam diri para Nabi dan para wali. Di antara semuanya,
Insan Kamil yang tersempurna terdapat dalam diri Nabi Muhammad.
Jadi untuk mencapai insan kamil, diperlukan sebuah perjuangan.

Al-Jili, mengatakan apabila seorang telah mencapai derajat insan kamil, maka bila ia melihat, ia akan melihat dengan mata Tuhan, dia akan mendengar dengan telinga Tuhan, dia berbicara dengan mulut Tuhan. Maksudnya, secara popular adalah bahwa dirinya telah terprogram dengan sifat-sifat Allah. Hal itu dinyatakan dalam ungkapan yang sering terdengar, yaitu Tuhan berfungsi sebagai cermin bagi manusia dan manusia menjadi cermin bagi Tuhan untuk melihat diri-Nya.
Insan kamil dalam konsep al jili adalah manusia yang mampu menangkap sifat-sifat, kehebatan-kehebatan Allah dan kemudian tercermin atau terkatualisasikan dalam kehidupannya.
Menurut,Al-Jili, bila ia melihat, ia akan melihat dengan mata Tuhan, dia akan mendengar dengan telinga Tuhan, dia berbicara dengan mulut Tuhan. Maksudnya, secara popular adalah bahwa dirinya telah terprogram dengan sifat-sifat Allah, Tuhan telah hadir dalam diri manusia, insan kamil.

IV. Pembahasan
1. Analisis
a. Insan kamil menurut Al-Jili, adalah manusia sempurna yang penuh cinta kasih, kepada Allah dan termanifestasi dalam hubungannya dalam interaksi sosial dengan manusia dan alam, yang menampakkan eksistensi tuhannya dengan segala perbuatan, nama, sifat dan zatNya, bahkan ia menjadi cermin Tuhan.
b. Untuk mencapai insan kamil harus melalui proses tahalli, takhalli, tajalli mulai dari maqam tobat,zuhud,wara’,shabr,tawakal, ridlo, memerlukan, usaha yang berat, niat yang kuat yang menggerakkan motivasi psikomotorik/tingkah laku
c. Insan kamil dapat dijadikan dasar untuk mengembangan metoda pembelajaran untuk membentuki ahlak mulia,nur Muhammad, dengan melakukan pendekatan multi disipliner
d. Tentunya untuk pengembangan metoda pembelajaran tentang cinta dan ahlak mulia, memerlukan dana yang besar, mengubah pola didik yang sudah ada.





2. Komentar

1. Ingin sempurna merupakan faktor yang kuat di dalam jiwa setiap manusia. Dasar adalah cinta kepada kesempurnaan, fitrah manusia. dibentuk oleh kehendak yang muncul dari kecenderungan-kecenderungan dan keinginan-keinginan yang hanya dimiliki oleh manusia dan atas dasar pengarahan akal. Puncak kesempurnaannya ini hanya akan dapat diketahui manakala ia telah mengenal hakikat dirinya, awal dan akhir perjalanan hidupnya.

2. Menurut Al-Jili,manusia sebagai tujuan akhir dari penciptaan alam semesta. Pandangan ini bersumber pada hadits qudsi “lau laka, wa lau laka, ma khalaqtu al-alam qulaha”, yang artinya “kalau bukan karena engkau (Ya Muhammad) tidak akan Aku ciptakan alam semesta”.

3. merekonstruksi, menyatukan dan mengintegrasikan insan kamil-al-jili, ke dalam semangat modern dan menjadikannya sebagai ideologi manusia modern:
o Insan kamil ,Al-Jili, dikembangkan dengan cinta Allah ,untuk membentuk ahlaqul kharimah, sangat diperlukan oleh negeri kita,untuk membentuk ahlak/pribadi antikorupsi, kolusi, nepotisme, yang sudah mengakar

o Diperlukan pendekatan multi disipliner,normatif perenialis,sejarah,filsafat,psikologi, sosiologi, manajemen, teknologi, informasi, kebudayaan, poilitik, hukum,untuk mengembangkan metoda pembelajaran, yang dapat diaplikasikan dalam dunia pendidikan, kesehatan jiwa,dll.


o Diperlukan pendidik/koordinator/mediator/fasilitator sehingga terbentuk etos kerja dan motivasi yang tinggi

o Pembentukan insan kamil, dimulai dari pra konsepsi, proses kejadian seorang insan, hendaknya menjadi fokus untuk melahirkan mahluk Allah , insan kamil.
o Diperlukan metodologi,sistem dan teknik penyatuan benih, esensi sperma-ovum,mental, spiritual,moral, nafsu kamilah, telah fana, af’al, asma’, mewarisi potensi rububiyyah dan uluhiyyah, dan bertanggung jawab dunia dan akhirat

o Insan kamil, Al-Jili, yang didasarkan cinta adalah emosi , kekuatan,naluri terjernih,instink termulia,perasaan tersuci,dasar interaksi seluruh mahluk ,kasih sayang,yang memotivasi kita berjuang tanpa pamrih,mencapai bahagia dan sukses dunia dan akhirat .Cinta adalah bagian dari sifat Allah,kasih sayang ,
Ar-Rahman,Ar-Rahim,al wadud, mahabbah
QS:89: al-fajr,ayat:27-30
27.wahai jiwa yang tenang,28. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridho dan diridhoiNya.29. Maka masuklah kedalam golongan hamba2-Ku, 30. Dan masuklah kedalam surga-Ku.

o Cinta kepada Allah,Rasul dan orang2 sholihin akan menimbulkan motivasi untuk bermanfaat bagi lingkungan
QS:19:Al-Maryam,ayat:96
Sesungguhnya orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan,kelak (Allah) Yang Maha Pengasih akan menanamkan rasa kasih sayang(dalam hati mereka)
Hadist Rasul:manusia yang paling dicintai Allah adalah yang paling bermanfaat bagi manusia  Muhammad,nabi cinta

o Sabar adalah pengendalian diri, kemampuan individu menanggung beban hidup,teguh hati,menghadapi krisis, tidak putus asa ,menghindari maksiat dan mentaati semua perintah Allah, agar memperoleh daya intuisi, sehingga menjadi visioner, jeli mencari peluang,inovatif,berani menghadapi tantangan/peluang/risiko
Firman Allah:
QS:2:Al-baqarah, ayat:153
Wahai orang2 yang beriman , mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan (mengerjakan) sholat, sesungguhnya Allah beserta orang yang sabar

QS: 94:Al-Insyiraah ayat 7-8
Maka apabila engkau telah selesai ( dari suatu urusan), tetaplah bekerja keras(untuk urusan yang lain),dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap
QS:3:Ali’Imran: ayat 134
(yaitu) orang yang berinfak,baik diwaktu lapang maupun sempit,dan orang2 yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain.Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan

o Ikhlas,adalah berserah diri kepada Allah,setelah berusaha optimal,terprogram ,terencana berdasarkan strategi yang terencana sesuai tujuan dan target yang akan dicapai,hasil diserahkan kepada Allah, bila berhasil,kontribusikan bagi kemanusiaan, dan bila gagal maka kegagalan adalah peluang merubah musibah menjadi anugrah/berkah,mewujud nyata dalam sikap berpikir dan bertindak.Ikhlas landasan kesuksesan hidup
Firman Allah:
QS: 14:Ibrahim ayat:7
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan” sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku menambah(nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari( nikmat-Ku),maka pasti azab-Ku pasti sangat berat
o Lakukan selalu kuantum learning, yaitu proses pemberdayaan daya pikir dikepala dan daya pikir dihati/kalbu secara seimbang dan terus menerus/berkesinambungan
Firman Allah:
QS;28:Al-Qashash:ayat 77
Dan carilah (pahala)negeri akhirat dengan apa yang telah dianugrahkan Allah kepada mu, tetapi janganlah kamu lupakan bagian mu didunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan dibumi.Sungguh,Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan
o Sosok panutan kita,Rasul Muhammad SAW, dasar keberhasilan beliau,yang dapat kita petik, adalah menyebarkan Islam dengan cinta, sabar dan ikhlas
Dengan cinta,sabar dan ridlo akan terbentuk ahlak mulia.Ahlak mulia adalah penentu amal kita diakhirat nanti , insan kamil
Hadist rasul(Abu Daud & al-Turmudzi): tidak ada sesuatu yang paling memberatkan timbangan amal selain ahlak yang mulia.

Dalam upaya meningkatkan kualitas umat Islam dengan membumikan insan kamil-al-jili akan terbentuk manusia yang penuh cinta,sabar dan ikhlas, selalu kita tanamkan dalam diri sebagai niat untuk memotivasi diri dalam memulai semua kegiatan kita agar mencapai target dan tujuan yang kita
rencanakan, dengan selalu melakukan kuantum learning dan berahlak mulia ,
yang sangat berguna dalam era globalisasi ini, bersumber pada alquran dan sunnah, berintikan ahlak mulia, mendekatkan manusia pada Allah, tetap setia pada syariat, menekankan keseimbangan antara aspek-aspek lahiriah dan batiniah, material dan spiritual, duniawi dan ukhrowi, berpihak pada orang lemah dan tertindas.
Tentunya ini memerlukan keberanian untuk melakukan analisis dan manajemen yang tepat, dilakukan bersama oleh para ahli tentang Islam dan dana dari negara Islam terutama yang kaya, no point to return, menghadapi era globalisasi, sekular, individualistik, kegersangan spiritual,teralienasi dari kehidupan beradab.
Nilai kemanusiaan terabaikan, perbuatan tercela, megalomania,iptek menjadi agama baru. gila kekuasaan/ keserakahan. Produk iptek menawarkan kemewahan materi, menginginkan pengakuan terhadap diri, timbul korupsi/manipulasi, manusia robot, membeo/perilaku jiplakan, kehilangan jati diri.
Euphoria masal, terasing,kesepian, hilang solidaritas, mencari teman senasib/peer group, menyatu dalam euphoria massa.
Untuk itu, sangat dibutuhkan character building manusia berahlaqul khorimah, insan kamil.

V. Referensi

Adz-dzaki, Bakran, Hamdani(2008), konseling & psikoterapi Islam,Yogyakarta, al-manar, hal 13-66
Al-Jili( 2009), insan kamil, Surabaya, pustaka, hikmah perdana
Dahlan,Azis,Abdul,2001, teologi dan akidah dalam Islam,,Padang,IAIN IB Press
Halim,Jufri,M, materi kuliah metoda dakwah,semester II, Jakarta,2008-2009,UAI
Jalaluddin( 2009), psikologi agama, ed.revisi 12, Jakarta, PT raja grafindo persada
Kamil,Sukron,2007,teori etika Islam,diktat,Jakarta,universitas paramadina
Majid,Nurcholish,26 November 1996, makalah fungsi dan dampak positif nilaikeruhanian dalam kepemimpinan dan kewirausahaan,Jakarta,Yayasana paramadina
Marjan,Majdi,Muhammad,2006,Muhammad, nabi cinta,cetakan pertama, Depok, penerbit putsaka IIman




Najati, Ustman, Muhammad(2004),psikologi dalam perspektif hadist,Jakarta,PT Pustaka al husna baru
Nata, Abuddin(2010), ilmu pendidikan Islam, ed I, jakarta, PT rajawali press
Noer, Azhari, Kautssar(2002), tasawuf perenial, Jakarta, PT Serambi Ilmu semesta
Nurlaila,Silvia,Materi kuliah PPKN, semester II,Jakarta,2008-2009,UAI
Rouf Abdul,Materi kuliah hadist healing &konseling,semester III,Jakarta,2009-2010,UAI
Taufiq,Izzuddin,Muhammad, 2006,panduan lengkap & praktis psikologi Islam, Jakarta,Gema Insani
http://ichang.org/archives/34
http://www.serambinews.com/news/view/19459/
http://ush.sunan-ampel.ac. id/?p=158
http://ferrydjajaprana.multiply.com/reviews/item/9
http://www.pesantrenvirtual.com/index.php/component/content/article/4-hikmah/919-takhalli-tahalli-dan-tajalli
http://haizam.tripod.com/tasauf/tasawuf.htm










INSAN KAMIL

Mata kuliah: Sejarah Pendidikan Islam
Dosen: Prof. Dr. Kautsar Azahari Noer
 Tanggal: 9 Februari 2011



Nama mahasiswa: Darmawaty Malik
NIM:2010920034
Program Studi: Magister Studi Islam
Semester: I-2010
editor: lila paramita krisnanto


PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
JAKARTA
2011


















































Tidak ada komentar:

Posting Komentar